TEGASNEWS.ID – MAKASSAR . Seperti yang diketahui, Peraturan Walikota Nomor 5 tentang Makassar Recover merupakan sebuah inovasi kebijakan Penanggulangan Covid-19 dari Pemerintah Kota Makassar yang memicu reaksi publik pada pertengahan tahun 2021.
Untuk itu, Lembaga Studi Kebijakan Publik (LSKP) dengan tajuk, Menelisik Kebijakan Pengendalian Pandemi: Problematika Perwali Tentang Makassar Recover.
Diskusi tersebut berlangsung secara daring melalui Zoom Meeting Kamis, 02/12/2021 pukul 13:00 sampai 16:00 WITA.
Diskusi ini merupakan hasil kolaborasi dengan Aliansi Peduli Covid, Fisip UNHAS, Laboratorium Ilmu Politik UINAM, dan Program Studi Hubungan Internasional UINAM.
Gelaran seri diskusi tersebut merupakan tindak lanjut dari hasil Tim Penelitian Cepat Aliansi Peduli Covid yang telah melakukan Rapid Research untuk menjelaskan buruknya kebijakan penanggulangan Covid-19 di Kota Makassar melalui program Makassar Recover.
Tim Penelitian Cepat yang terdiri dari relawan Aliansi Peduli Covid diantaranya, Nur Utaminingsih (Peneliti Pusat Studi Kebijakan Publik Labpol UINAM dan Dosen Prodi HI UINAM), Amril Hans (Dosen Administrasi Publik UNHAS dan Peneliti PSKP), Lily Yulianti Farid (Peneliti Pusat Kajian Masyarakat Asli, Monash University, Australia), dan Nur Isdah (Dosen HI Unhas dan PhD Cand di University of Amsterdam).
Adapun penanggap dalam diskusi tersebut yakni Associate Professor of Public Policy dari Monash University Indonesia, Ika Idris. Selain itu hadir pula Yoesep Budianto selaku perwakilan Relawan Lapor Covid.
Diskusi dimulai perkenalan organisasi Aliansi Peduli Covid 19 oleh Nur Isdah yang merupakan salah seorang inisiator organisasi jaringan ini. Isdah menjelaskan bahwa organisasi ini lahir untuk merespon berbagai persoalan selama pandemi kemarin yang tidak semata dengan aktif di sosial media untuk memberikan informasi dan pengetahuan pada masyarakat untuk melindungi diri dan orang sekitarnya pada penyebaran virus Covid-10, namun organisasi ini juga aktif melakukan kegiatan sosial untuk membantu orang-orang tidak mampu di Makassar yang rentan secara sosial dan ekonomi selama pandemi ini.
Selain itu, di awal sesi diskusi,Andi Ahmad Yani selaku Deputi Direktur Lembaga Studi Kebijakan Publik (LSKP) memberikan sambutan dan apresiasi atas diskusi kolaborasi ini yang bertujuan untuk memastikan proses pengambilan kebijakan senantiasa melibatkan masyarakat sejak awal prosess formulasi sampai pada tahap evaluasi. Diskusi Ruang Publik merupakan salah satu media yang dibangun LSKP untuk melibatkan semua pihak untuk memastikan nilai partisipasi dan kesetaraan dalam proses pengambilan kebijakan senantiasa kita tunaikan.
DIskusi dimulai oleh Nur Utaminingsih selaku narasumber mengurai bagaimana perkembangan penanganan Covid-19 Pemerintah Kota Makassar tidak diakomodir dengan baik pada produk kebijakan Makassar Recover.
Selanjutnya Amril Hans menjelaskan secara ilmiah terkait desain kebijakan Makassar Recover dengan pendekatan analisis isi dan formulasi kebijakan.
Terdapat empat temuan yang mendasari Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Makassar Peduli Covid-19 yang menyatakan bahwa Perwali Nomor 5 Tahun 2021 tentang Makassar Recover merupakan bentuk Poor Public Policy, antara lain: (1) isi kebijakan yang tidak jelas dan multi tafsir; (2) kebijakan yanh cenderung tidak menjawab masalah utama Covid-19 di Kota Makassar; (3) formulasi kebijakan yang tidak sesuai dengan prosedur standar perumusan kebijakan; dan (4) penggunaan bahasa asing pada perihal kebijakan yang melanggar Perpres nomor 63 tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia.
Ika Idris memberikan tanggapan hasil riset ini dengan mengulas abainya pengambil kebijakan publik yang berbasis inovasi pada nilai empati. Pembuat kebijakan dan analis kebijakan seakan berada di menara gading dan cenderung melupakan konteks persoalan yang akan direspon.
Padahal, prinsip utama dalam mendesain kebijakan yang berpusat pada manusia (human-centred design) adalah empati. Ika juga mengingatkan bahwa kebijakan publik yg baik itu tdk menyakiti org lain dan tdk membuat uninteded consequences atau dampak buruk yang tidak diinginkan.
Selanjutnya, Yoesof memberikan tanggapan pada kebijakan Pemkot Makassar ini telah menurunkan 10 ribu relawan dan 530 dari praktisi sangat kontradikitif dengan tujuan pengendalian Covid-19, saat itu. Dimana ada kebijakan untuk stay at home dan masyarakat telah banyak mengikuti hal tersebut. Namun, alih-alih membatasi mobilitas penduduk, kebijakan ini justru mendesain pergerakan yang tentunya sangat rentan dengan penyebaran virus.
Diskusi ini dihadiri oleh 150 peserta yang terdiri atas mahasiswa, praktisi kebijakan, aktivis sosial dan dosen serta peneliti sosial dari berbagai daerah baik dalam maupun luar negeri. (andi yani)
EDITOR : YAHYA/JANUR