Tegas News
Opini

Inilah Makanan Khas dan Wajib Ada di Hari Raya Idul Fitri Bagi Orang Bugis

Citizen Reporter

Laporan: Nurul Hikmah Erdini
Mahasiswa Komunikasi Fisip Unismuh Makassar

TEGASNEWS.ID – PINRANG. Hari Raya Idul Fitri adalah hari yang paling di nantikan oleh umat muslim sejagat, dimana berkumpulnya semua keluarga-keluarga besar.

Tahun 1443 H atau 2022 M, Idul Fitri masih berdampingan dengan suasana Covid-19, tetapi tidak membuat ummat Islam tinggalkan tradisi dan kebiasaan menyambut lebaran Idul Fitri.

Lebaran Idul Fitri senantiasa identik dengan menyajikan makanan khas, khususnya di daerah Bugis sudah menjadi kebiasaan saat hari raya.

Makanan khas yang sering di masak di daerah Pekkabata Pinrang adalah nasu palekko, nasu kari ayam, burasa, juga nasu likkua’. Membuat makanan khas Bugis biasanya dibuat oleh kalangan ibu-ibu.

Biasanya, nasu palekko di masak satu setengah jam, nasu kari ayam di masak 30-45 menit, nasu likkua’ dimasak 30-50 menit, dan burasa termasuk makanan yang paling lama dimasak sekiar 1-2 jam.

Semuanya tergantung dari tingkat kematangannya. Makanan ini rata-rata di buat oleh masyarakat suku Bugis karena makanan ini sudah menjadi makanan khas saat menyambut hari raya.

Semua makanan tersebut disajikan berbarengan dengan burasa. Burasa adalah makanan berasal dari beras yang di kasih santan.

Santannya dimasukkan ke atas wajan lalu, di aduk sampai mendidih setelah itu, masukkan beras yang sudah di cuci bersih, diaduk terus-menerus sampai beras dan santannya menyatu.

Setelah setengah matang kompornya dimatikan dan didiamkan selama beberapa menit, setelah itu, di bungkus dengan daun pisang lalu diikat. Dan tahap terakhir di masak di air mendidih di tutup dan di tunggu sampai matang.

Memasak makanan khas ini menjadikan tempat untuk bergotong royong sesama masyarakat lainnya. Memasak makanan khas Bugis dilakukan 2-6 orang.

Ada yang mengupas bawang, ada mengambil daun pisang, mengikat buras, mencabut bulu ayam/itik/bebek, memasak ayam kari, masak nasu palekko, juga nasu likkua’.

Setelah semua makanan sudah masak artinya tinggal menunggu hari esok atau hari raya Idul Fitri.

Semua orang berbondong-bondong pergi salat Idul Fitro di masjid, setelah itu pergi bersilaturahmi dengan saudara-saudara.

Di Pinrang biasanya menyebut “ma’siarah” silaturahmi dengan sesama saudara. Setiap warga yang datang bersiarah wajib memakan masakan orang rumah yang di kunjungi juga memakan kue yang sudah di buat oleh tuan rumah.

Adanya pandemi tidak membuat tali silaturahmi terputus, membuat masakan khas ini merupakan tradisi turun temurun yang tidak bisa di hindari saat menyambut hari raya. Memasak menjelang hari raya membuat hubungan antar sesama, juga tetangga menjadi lebih baik lagi.

Pada akhir kegiatan setelah membuat makanan khas tuan rumah biasa membagikan dengan tetangga sebagai bentuk tanda menjalin hubungan baik atau bisa dikatakan silaturahmi.***

Berita Terkait

PTS Sulsel Menitip Asa Pada Pengurus Baru APTISI Wilayah IX-A

Tegas News

Menonton Balapan Motor di Pantai Salukaili Pasangkayu di Hari Raya Idul Fitri 1443 H

Tegas News

IKA SMPN 1 Tanasitolo Wajo Usung Nilai Siompe’, Sipakkinra dan Mappabate

Tegas News

Berfikir Tingkat Tinggi di Era 4.0

Tegas News

*Transformasi Digital dalam Kebijakan Pelayanan E-Tilang di Kota Makassar (Kebijakan Publik Plato)*

Tegas News

*Reformasi Perspektif, Menuju Era Baru IPM Kota Makassar*

Tegas News